Berita
Flash Equity Market Update

Perkembangan pasar saham Indonesia
Pasar saham Indonesia pada awal tahun dimulai dengan cukup baik ditengah isu perang dagang. Sedikit volatilitas di IHSG dan masih membukukan kinerja positif +0,41% di bulan Januari. Sepanjang bulan Januari volatilitas IHSG cukup tinggi ditengah penantian pelantikan presiden AS pada tanggal 20 Januari, dukungan lokal yang lemah yang terjebak dalam ketidakpastian kebijakan dan kondisi ekonomi makro yang lemah. Dilain sisi, Bank Indonesia secara mengejutkan memangkas suku bunga 25 bps menjadi 5,75% demi mendukung pertumbuhan ekonomi domestik.
Pada bulan Februari merupakan bulan penuh tantangan di pasar saham. IHSG melemah -11,80% dan LQ45 -14,56%. Banyak kekhawatiran mengenai eksekusi kebijakan pemerintahan dan rencana strategis Danantara terutama pengaruhnya terhadap BUMN. Hal ini menjadi penyebab arus keluar asing sebesar Rp 18,2 triliun.
Aliran dana Asing per sektor (dalam miliar) YTD Februari 2025
PT Bursa Efek Indonesia (BEI) memberlakukan penghentian sementara perdagangan (trading halt) pada Selasa (18/3/2025). Keputusan ini diberlakukan mulai pukul 11.19 setelah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun hingga 5%. Bahkan setelah dibukanya kembali perdagangan, IHSG sempat melemah -7% pada sesi II namun pelemahan indeks berhasil dipangkas menjadi -3,84%.
Tekanan jual pada pasar saham domestik telah terjadi sejak bulan Februari yang dipicu oleh kombinasi faktor eksternal khususnya penerapan tarif dagang oleh Presiden Trump kepada negara Kanada, Meksiko, dan Kanada serta faktor internal seperti laporan keuangan perbankan bulan Januari yang di bawah ekspektasi serta diumumkannya Badan Pengelola Investasi Danantara. Dibawah ini adalah nama-nama saham yang menjadi pemberat IHSG pada perdagangan bursa tanggal 18 Maret 2025. pada tanggal 18 Maret investor asing net sell sebesar 2,48 triliun atau secara yttd sebesar Rp 29,4 triliun.
Beberapa sentiment negative sepanjang tahun ini yaitu:
Eksternal
- Perang Dagang yang dimulai oleh AS terhadap mitra dagang utama.
- Penerapan tarif dagang baru yang berubah-ubah.
- Morgan Stanley dan Goldman Sachs menurunkan peringkat dan rekomendasi atas asset keuangan di Indonesia.
- OECD yang menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini menjadi 4,9% dari 5,0% pada 2025.
Internal
- Relokasi anggaran senilai Rp 300 triliun yang menyebabkan adanya efisiensi belanja di kementerian/Lembaga.
- Pendirian Danantara namun adanya kekhawatiran akan tata Kelola dari investor dan publik.
- Pendanaan Danantara berasal dari setoran dividen seluruh BUMN.
- Beberapa kasus korupsi seperti Pertamina, emas palsu Antam, Minyakita, dan PT Timah menurunkan kepercayaan publik terhadap pemerintah.
- Tutupnya Perusahaan tekstil dimana memiliki tenaga kerja yang besar.
- Target penerimaan pajak yang tidak tercapai.
- Isu mundurnya Menteri Keuangan.
APBN per Februari 2025
Investor juga mencermati rilis data APBN kita per Februari 2025 dimana mengalami deficit Rp 31,2 triliun atau 0,13% dari PDB. Pendapatan negara selama dua bulan pertama 2025 tercatat sebesar Rp 316,9 triliun, sedangkan belanja negara terealisasi sejumlah Rp 348,1 triliun.
Perkembangan pasar saham Indonesia
Dengan sentiment negative tersebut, IHSG sebenarnya sudah cukup tertekan pada bulan Februari dan mencoba untuk rebound di bulan Maret terlihat dari pergerakan IHSG yang sudah menguat 3,21% per penutupan tanggal 17 Maret 2025. Namun berita negative terkait APBN menjadi penyebab terkoreksinya indeks. Laporan realisasi anggaran pemerintah per-bulan Februari 2025 menunjukkan adanya kontraksi penerimaan negara 20.9% yoy. Sekilas penurunan penerimaan ini cukup dalam sehingga membuat pasar khawatir bahwa target defisit APBN 2025 akan melebar di atas 2.5% dari PDB. Namun berdasarkan penjelasan dari Kementerian Keuangan, penurunan penerimaan negara tersebut disebabkan oleh penerapan kebijakan pajak yang baru (Tax Effective Rate) sehingga terjadi kelebihan bayar di tahun 2024 yang kemudian dikembalikan pada tahun 2025 ini. Selain itu, turunnya harga komoditas global turut mempengaruhi rendahnya pendapatan negara sepanjang dua bulan pertama 2025.
Koreksi indeks IHSG diawali dengan penurunan harga saham dari beberapa saham yang memiliki bobot besar DCII (-20,0%), TPIA (-18,4%), dan BREN (-11,8%) menyusul rumor margin call lokal pada saham-saham Grup Barito. Penurunan saham-saham tersebut pada pagi hari berhasil memicu aksi jual panik di kalangan investor yang kemudian diikuti tekanan pada seluruh saham dan sektor lainnya secara keseluruhan. Bank-bank besar seperti BBCA, BBRI, BMRI, dan BBNI juga mengalami penurunan tajam pada awalnya karena investor asing ikut melakukan aksi jual karena khawatir kondisi makro ekonomi Indonesia secara keseluruhan masih lemah.
Di tengah kondisi di atas, terdapat kabar bahwa posisi Menteri Keuangan dan Menko Perekonomian akan diganti dalam kabinet reshuffle mendatang. Hal ini semakin menurunkan confidence pasar sehingga terefleksi pada koreksi pasar saham tanggal 18 Maret 2025. Menurut kami penghentian sementara perdagangan IHSG kemarin lebih disebabkan panic selling, karena secara fundamental tidak ada perubahan dalam beberpa hari terakhir meskipun ketidakpastian global masih ada. Situasi global tampaknya lebih menguntungkan Indonesia karena pasar saham AS saat ini cukup volatile ditengah tarif dagang yang tidak bisa ditebak sehingga memicu aksi jual dan investor merotasi asetnya ke pasar saham dengan valuasi atraktif.
Pada sisi lain, koreksi pasar saham untuk periode YTD 2025 turut terjadi pada tingkat global seperti di AS, Jepang, India, Malaysia, dan Thailand.
Kesimpulan
Kami melihat mata uang USD dalam jangka pendek setidaknya akan cenderung terdepresiasi seiring dengan ekspektasi berlanjutnya kebijakan pemotongan suku bunga The Fed tahun ini. Hal ini akan berdampak positif untuk menopang nilai tukar Rupiah di tengah tekanan jual di pasar modal.
Tekanan jual oleh asing sudah terlihat sejak September 2024 hingga saat ini. Dengan demikian flow asing sejak akhir 2023 – 2024 telah cenderung keluar semua. Oleh karena itu, tekanan jual asing sudah relatif terbatas ke depannya karena posisi asing saat ini serupa dengan posisi ketika di tahun 2020.
Koreksi pasar yang terjadi kami nilai lebih disebabkan oleh faktor sentimen dibandingkan faktor fundamental. Kami percaya bahwa pasar saham Indonesia sedang menghadapi volatilitas yang tinggi namun valuasi saat ini sudah cukup murah untuk diabaikan. Kami berpendapat bahwa investor harus tetap tenang karena pada akhirnya pasar akan pulih selama fundamentalnya tetap solid. Perusahaan-perusahaan unggulan seperti bank-bank besar tetap menjadi perusahaan yang menguntungkan dengan prospek pertumbuhan yang solid dan karenanya akan mampu mendorong pasar dalam jangka panjang. Secara valuasi, pasar saham domestik (LQ45 Index) telah berada -2x standar deviasi baik dari sisi PE-Ratio ataupun PB-Ratio untuk periode lima tahun terakhir. Valuasi ini kurang lebih sudah menyerupai kondisi tahun 2020 ketika terjadi Covid-19 yang mana kondisi saat ini jauh lebih baik dibandingkan pada masa pandemi.